insurance loan bank cc

Sunday, January 2, 2011

Anneke



Paman jauhku dari Madiun baru saja menghubungi suamiku Mas Adit, untuk meminta tolong menitipkan putrinya yang bernama Anneke. Menurutnya Anneke baru dapat panggilan dari perusahaan asing tempat Anneke melamar kerja, dan Anneke memerlukan waktu paling lama seminggu untuk keperluan wawancara dan mengurus berbagai prosedur administrasi guna melengkapi curriculum vitae yang telah lebih dulu dikirimkannya. Mas Adit memberitahuku dan sekalian meminta pendapatku. Untuk hal-hal seperti ini, kami memang selalu merundingkannya bersama sebelum mengambil keputusan. Dan tentu saja aku sama sekali tidak berkeberatan karena memang sudah menjadi kewajiban kami untuk saling menolong antara sesama sanak keluarga. Kisahku yang berikut menceritakan pengalamanku bersama Anneke dalam waktu seminggu tersebut.

Hari Pertama

Pada suatu pagi, sekitar pukul 5.30, terdengar ketokan di pintu. Seorang gadis berpenampilan sederhana datang dari Madiun, Anneke yang berpostur langsing, bercelana jeans dengan blus kembang-kembang, sedang berdiri cantik di depan pintu sambil menebar senyum manisnya. Dia datang dengan taksi dari stasiun Gambir. Kereta malamnya masuk Jakarta sekitar pukul 4.30 pagi ini. Kuperkirakan perjalanannya cukup melelahkan. Setelah minum teh panas dan sarapan, dia saya sarankan agar beristirahat dulu. Kami sudah menyediakan kamar tamu kami sebagai kamar Anneke selama dia di Jakarta.

Hari pertama sejak kedatangannya, Anneke belum pergi ke-mana-mana. Dia hanya menelepon kesana kemari berkaitan dengan urusan yang akan dihadapinya selama di Jakarta. Anneke yang berpenampilan sebagai gadis cerdas dan lincah ini adalah lulusan Fakultas Ekonomi UNBRA Malang. Umurnya baru 23 tahun. Sosoknya atletis, tingginya 178 cm dan bobotnya 56 kg. Di kotanya, Anneke dikenal sebagai mayoret marching band yang sering mewakili kotanya melakukan kompetisi antar propinsi. Dia juga terpilih sebagai anggota PASKIBRAKA (pasukan pengibar bendera pusaka) Jawa Tengah saat masih SMA karena kecerdasannya disamping juga didukung posturnya yang atletis itu. Wajah dan kulitnya yang hitam manis mengingatkanku pada model-model hispanic, campuran bule dan lokal Amerika Selatan. Aku sendiri tidak tahu, wajah itu sebenarnya lebih mirip bapak atau ibunya yang sama-sama asli Jawa itu. Mungkin karakter seperti itu berasal dari pola makan anak-anak jaman sekarang yang suka dengan "junk food' dari Barat. Rambutnya panjang dan masih suka dikepang. Kesana-kemari dia lebih banyak memakai celana jeans karena menurutnya lebih praktis. Dan dia memang sangat sesuai jika memakai jeans. Pantatnya yang seksi dengan pahanya yang besar dan kuat membuat Anneke tampak sangat sensual hingga siapapun yang memandangnya pasti akan mengagumi sosok penampilannya. Atletis dan kecerdasannya merupakan kesan awal bagi siapapun yang menjumpainya. Dengan dadanya yang bidang dan tegap, dia memang pantas untuk menjadi seorang mayoret dan anggota PASKIBRAKA hingga tak berlebihan kiranya jika kukatakan bahwa Anneke ini adalah anak gadis yang baru datang dari daerah tetapi memiliki gaya dan kepribadian trendy yang mempesona. Pembawaannya pun tidak canggung. Dia selalu berusaha membantuku mengurus rumah, walaupun aku telah melarangnya. Dia sangat pandai membawa diri hingga aku merasa senang dan terbantu dengan kedatangannya.

Hari ke-2

Anneke telah bangun pada dini hari dan menyempatkan diri untuk lari pagi mengelilingi kompleks rumahku yang cukup luas. Kemudian dia menyiapkan sarapan untuk kami semua. Aku dan Mas Adit sangat senang dan menghargai usahanya itu. Kurasa dia dapat menjadi teman yang sangat menyenangkan di rumah.

Hari ini dia akan pergi ke perusahaan dimana ia melamar kerja. Walaupun sebelumnya dia sudah mempersiapkan diri untuk dapat mengenali route-route kendaraan umum yang akan dilaluinya, tetapi pada hari pertamanya, Mas Adit akan mengantarkannya hingga ke alamat yang dituju.

Pada sore harinya dia pulang sendiri kira-kira pada pukul 3 hingga masih belum terperangkap dalam kemacetan lalu lintas di Jakarta. Kusambut dia dengan mengatakan bahwa walaupun baru sehari dia tinggal bersama keluarga kami, tetapi saat dia ke pergi tadi terasa rumah menjadi sepi. Anneke tersenyum dan berterima kasih karena keluarga kami bersedia menerimanya dengan tangan terbuka. Dia menceritakan pengalaman barunya tadi siang di kantornya.

Kemudian sekitar pukul 4 sore, sesuai dengan kebiasaanku, setelah aku membereskan seluruh pekerjaan rumah tangga aku mandi. Tiba-tiba selintas aku melihat kelebat bayangan di celah pintu kamar mandi yang retak kecil sepanjang sambungan papannya. Rasanya ada yang mengintipku. Tapi siapa? Bukankah di rumah hanya ada Anneke. Diakah? Ah, mungkin hanya kebetulan. Aku kembali meneruskan kegiatan mandiku. Kubersihkan seluruh tubuhku. Kugosok bagian-bagian tubuhku. Aku gosok dan remas buah dadaku untuk menghilangkan kotoran dan keringatku. Aku juga membersihkan ketiakku. Tiba-tiba aku melihat bayangan yang berkelebat kembali. Kupikir, ini pasti Anneke. Tetapi hendak apa dia? Apakah dia sedemikian ngebetnya ingin buang air hingga menantiku dengan tidak sabarnya? Aku segera menyelesaikan mandiku, agar Anneke dapat segera menggunakan kamar mandi yang sedang kugunakan. Kemudian aku bergegas keluar ke kamarku untuk ganti baju. Kulihat Anneke sedang duduk membaca dokumen-dokumen untuk keperluan wawancara besok pagi. Aku tidak lama berganti baju. Saat aku keluar, ternyata Anneke masih sibuk dengan dokumen-dokumennya. Jadi sebenarnya dia tidak ingin ke kamar mandi. Kupikir, mungkin aku salah sangka mmengenai kejadian tadi hingga akhirnya kulupakan saja.

Hari ke-3

Seperti halnya kemarin, pada pukul 3 sore Anneke sudah kembali ke rumah. Dia membawa oleh-oleh buah-buahan kesukaanku. Kukatakan padanya agar tidak perlu merepotkan diri dan dia harus menghemat uangnya karena di Jakarta segalanya mahal. Dia hanya tersenyum. Kemudian dia membantuku membersihkan dapur, yang walaupun sudah sering dengan basa-basi kularang, tetapi tetap dikerjakannya terus. Kemudian dia kembali menghadapi dokumen-dokumen kantornya.

Pada pukul 4 sore aku kembali mandi sesuai dengan rutinitasku. Sebenarnya aku sudah melupakan peristiwa kemarin hingga kelebatan sosok orang yang mengintip di pintu itu kembali kulihat. Aku jadi berpikiran erotis. Apakah Anneke senang melihatku mandi? Aku lantas membayangkan seseorang yang senang mengintip orang lain mandi. Orang-orang seperti itu akan terangsang birahinya saat mengintip orang mandi. Bahkan tidak jarang yang sambil melakukan masturbasi sambil melakukan kegiatan mengintipnya.

Aku mengelus kudukku. Ada semacam perasaan birahi yang menyelinap. Aku menjadi terangsang. Aku ingin menggoda Anneke. Aku akan memamerkan lekuk-lekuk tubuh indahku kepadanya. Aku akan sengaja berlama-lama mandi. Aku merasakan semacam nikmat birahi saat orang lain menonton tubuh telanjangku. Apakah ini yang sering disebut sebagai 'exhibitionist'?

Kini yang kuperhatikan adalah celah pintu kamar mandi di bagian bawah. Dari situ akan nampak bayangan yang lebih jelas seandainya ada orang berdiri di depan pintu. Dan jika belum berpengalaman, maka orang tersebut tidak akan merasa bahwa kehadirannya di pintu itu akan diketahui oleh orang yang berada di dalam kamar mandi. Aku menyibukkan diri dengan menggosok badan dari kotoran sehari-hari yang melekat di seluruh bagian tubuhku. Sesekali aku melirik ke pintu bagian bawah.

Pelan-pelan, dengan penuh perasaan aku membersihkan leherku dengan tangan. Kubersihkan kudukku dengan menyabuninya. Kubayangkan betapa ketiakku begitu terpampang lebar untuk dinikmati oleh mata Anneke. Kemudian dengan perlahan, kucuci kedua ketiakku itu, menyabuni dan menggosoknya. Aku bergaya seakan hidungku berusaha mengendusnya untuk mencek bahwa ketiakku sudah wangi. Dan akhirnya benar. Kulihat kini bayangan kaki itu kembali. Aku tahu persis, itu memang kaki Anneke. Dengan tanpa sengaja, berarti aku sudah mengamati kedua kakinya yang lincah itu selama 2 hari di rumahku. Kaki itu diam saja dan tenang. Pikirku, saat ini pasti mata Anneke sedang terpaku menatap ketiakku. Diam-diam perasaanku mulai merinding karena birahiku yang telah lebih menyeruak ke dalam perasaanku.

Tanganku beralih ke buah dadaku. Kuambil sabun dan kugosokkan ke buah dadaku, yang tentunya akan sangat menarik pandangan Anneke. Busa sabun tersebut menutup sebagian buah dadaku. Biasanya hal ini akan membuat penasaran bagi siapapun. Sengaja kubiarkan kubiarkan hal ini, kemudian jari-jariku mulai mempermainkan puting susuku. Aku pilin-pilin hingga wajahku sedikit menyeringai. Berikutnya, kugosokkan sabun ke perut, kemudian juga ke pinggang dan pinggul. Aku berputar ke kanan dan ke kiri agar Anneke bisa menikmati keseluruhan tubuhku. Mataku kembali melirik pintu bawah kamar mandi dimana kaki Anneke masih nampak tidak bergeser dari tempatnya semula.

Seusai menyabuni buah dada, perut dan pinggang serta pinggulku, aku menyendok air untuk kusiramkan ke tubuhku. Sekali lagi kuputar tubuhku. Aku tahu, air yang menyiram dan mengaliri tubuhku akan membuatnya nampak bening dan mulus karena pantulan cahaya yang menerpa lekuk-likunya. Aku kembali berputar sambil sesekali membuat gerakan membungkuk. Dengan cara itu, Anneke akan dapat melihat betapa buah dadaku yang ranum ini menggembung dari dadaku. Dan dari sudut yang lain dia juga akan dapat menikmati pantatku yang menonjol ke belakang.

Kembali kuintip kaki di balik pintu itu. Kubayangkan betapa "panas dingin" perasaan dan "dag dig dug" jantung Anneke. Kemudian kaki kiriku kuangkat agar bertumpu pada bibir bak mandi. Posisi ini membuatku membelakangi pintu. Kubayangkan betapa Anneke akan dapat menikmati mulus dan indahnya bokongku. Bahkan saat kusengaja untuk sedikit lebih menungging lagi, analku yang bersih kemerahan itu akan langsung terpampang dengan leluasa ke arah pintu. Selintas aku merasa kasihan pada Anneke, karena membayangkan betapa birahinya akan sedemikian tersiksa melihat bokong dan analku di depan hidungnya. Tentu saja, tidak lupa aku juga mencuci bokong dan analku. Pertama, kugosok semua bagian dengan sabun hingga berbusa. Kemudian tangan atau jariku mengosok-gosok atau mengelus setiap bagian itu agar benar-benar bersih. Bahkan saat jari tanganku sampai ke anal, dengan lembut aku juga menusuk-nusukkannya. Kemudian kembali aku mengguyurnya dengan gayung air bak mandi hingga kembali pantulan cahaya erotis menerpa lekuk-liku paha, betis dan jari-jari kakiku.

Lama kelamaan aku terbawa oleh imajinasiku sendiri yang semakin mendorong gejolak erotis dengan sepenuh nafsuku. Saat aku melakukan ini semua, secara perlahan aku mendesah dalam bayangan kenikmatan birahiku. Saat kuangkat kaki kananku agar bertumpu pada bibir bak mandi, selangkanganku akan nampak terbuka. Di dekat tepi celana dalamku, ada 'tahi lalat'-ku yang cukup besar. Mulanya, kuanggap 'tahi lalat' ini mengganggu kecantikanku, tapi apa boleh buat. Tontonan selangkanganku yang terbuka ini pasti merupakan kesempatan yang telah ditunggu-tunggu oleh Anneke. Dia akan melihat selangkanganku lebih jelas dengan seluruh detailnya, termasuk kemaluanku yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Kusabuni paha dan betisku, kugosok dengan penuh perasaan. Kubayangkan, seakan aku mencuci porselain yang sangat mahal dari Mesir. Kumasukkan sabun ke jari-jari kakiku satu persatu dan kubersihkan dengan teliti. Aku ingin berlama-lama memberikan kesempatan kepada Anneke untuk menikmati pemandangan ini.

Kembali kuguyurkan air ke kaki kananku. Dan kini saatnya untuk mencuci kemaluanku. Aku merasa perlu sedikit mendramatisir penampilan. Kuelus seluruh permukaan kemaluanku. Tanganku membelah bibirnya dan jari-jariku menggosok celah-celahnya. Dua jari kubenamkan-benamkan ke liang vaginaku untuk mengorek dinding-dindingnya hingga wajahku sedikit menyeringai. Kuambil sabun dan kugosok agar mengeluarkan busa. Kemudian kuletakkan kembali sabun tersebut dan tanganku turun menyabuni vaginaku. Kusabuni keseluruhan permukaannya termasuk bulu-bulu halus di seputarnya. Kemudian tanganku mulai menyabuni bibir kemaluan dan kelentit. Kugosokkan sabun hingga busanya bertumpuk menutup vaginaku. Lalu dengan cepat kusiram hingga kembali dengan jelas tampak kemaluanku. Selanjutnya kini kembali jari-jariku kumasukkan ke liang vaginaku. Kukorek-korek hingga busa sabunnya menumpuk dan kembali menutup lubang vaginaku. Semua hal tersebut kulakukan sambil wajahku menampakkan ekspresi sensual yang kumiliki. Aku semakin tidak dapat membayangkan, bagaimana blingsatannya Anneke karena menyaksikan ulahku ini. Dan pada kuguyur seluruh tubuhku. untuk membilas ketiak, buah dada, puting, perut, bokongku, anus maupun vaginaku hingga aku yakin bahwa semuanya telah menjadi bersih. Kuambil handuk dari gantungan untuk mengeringkan tubuh. Kemudian aku bergegas keluar kamar mandi. Kaki di depan pintu itu dengan secepat kilat menghilang.

Aku berlagak seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Kulihat Anneke sudah kembali duduk di ruang keluarga dengan koran hari ini di tangannya. Untuk menunjukkan atensiku dan sekaligus menghilangkan segala kemungkinan kecurigaanku padanya, kutanyakan apakah dia sudah membuat teh untuk dirinya sendiri sejak pulang dari kantor tadi.
"Sudah, Mbak", jawabnya sambil terus membaca koran.
Saat aku berpakaian, kudengar Anneke ganti bersiap-siap untuk mandi.
"Kalau mau mandi, ambil saja sabun yang baru di laci persediaan dekat TV. Sabun di kamar mandi sudah mau habis. Nanti Mas Adit juga memerlukannya".
"Ya, Mbak", jawabnya.
Saat aku sedang berdandan, tiba-tiba terlintas suatu pemikiran di kepalaku yang seketika berubah menjadi tuntutan erotisku. Aku juga ingin mengintip Anneke saat mandi, sekarang juga.

Pintu kamar mandi telah tertutup. Kudengar Anneke bernyanyi-nyanyi kecil. Aku berjingkat mendekat ke depan pintunya. Aku mengintip dari celah yang sama dengan celah pengintipan Anneke saat aku mandi tadi. Kudekatkan mataku ke celah itu. Kulihat Anneke sedang membuka bajunya. Tangannya ke atas menarik kaosnya. Kulihat ketiaknya yang terbuka. Wow, ketiak perawan yang membuat darahku langsung naik. Dia tidak memakai BH. Mungkin sudah dilepas di kamarnya tadi. Saat menggantungkan kausnya ke dekat pintu, serasa buah dadanya mendekat ke wajahku. Kemudian tetap dengan nyanyi kecilnya, ia melucuti rok bawah. Nampak bokongnya yang besar masih terbungkus celana dalam putihnya. Sekilas ia mengelus sesuatu yang tembem di depan celananya. Sekali lagi, ketiak dan buah dadanya mendekat ke pintu. Tangannya menggantung rok bawahnya. Dan kini ia membuka celana dalam putihnya. Aku serasa dipamerkan sebuah pesona. Vagina Anneke yang menggembung. Rambut-rambut tipisnya membuat vagina tersebut serasa memanggil lidahku yang kelak, siapa tahu, akan berkesempatan menjilatinya untuk memberikan kenikmatan pada Anneke.

Aku menatapnya dengan lebih terbeliak. Pada gundukan nikmat itu, bagian tengah atasnya mulai terbelah lembut. Semakin ke bawah, belahan itu semakin melebar karena desakan kelentitnyayang menggembung mengisi penuh belahan itu. Ingat hamburger yang berisi daging asap? Seperti itulah kira-kira penggambarannya. Kurasakan vaginaku yang mulai membasah. Kelentitnya adalah benar-benar kelentit perawan. Belum nampak lipatan-lipatan yang disebabkan oleh benda tumpul yang sering mendesaknya. Sedikit mendekati ujungnya, kelentit itu mencuat keluar. Itu mengindikasikan bahwa kelentit Anneke berukuran sangat besar. Kelentit seperti itu pasti akan sangat nikmat jika dilumat. Kemudian karena Anneke membelakangi pintu karena sedang menggosok giginya untuk beberapa saat, vaginanya tidak tampak. Tetapi kini aku dapat menyaksikan pesona yang lain, yaitu pantatnya.

Ternyata anak muda sekarang ini tak pernah melewatkan mode dan trend. Anneke memasang tatoo bergambar sebuah pesawat ulang-alik di ujung bokongnya. Entah apa maksudnya, tapi yang jelas tampak manis sekali. Saat tubuhnya sedikit membungkuk untuk bersikat gigi, belahan pantat Anneke tampak merekah. Anusnya yang hitam manis itu sangat mulus. Sebuah paduan yang penuh harmoni. Pantat anak perawan yang begitu sensual dengan alur-alur halus menuju titik klimaksnya, bibir anus yang mulus kemerahan. Aku menahan air liurku. Selesai menyikat gigi, Anneke mengambil gayung untuk mulai menyirami tubuhnya. Mula-mula tangan dan kemudian kakinya. Dia menghindari air yang dingin langsung menyiram seluruh tubuhnya.

Kini tubuhnya yang basah memperlihatkan kontras lekuk liku bukit dan lembah di tubuh Anneke. Dia menyiram tubuhnya dari atas kepala. Rambutnya yang basah berserak melekat menutupi sebagian tubuhnya. Aku jadi teringat seorang sutradara Hollywood yang berkata tentang indahnya wanita. Dia mengatakan bahwa saat mandi, seluruh bentuk alami seorang wanita akan menunjukkan kapasitas keindahannya yang maksimal. Dan itulah sekarang yang sedang kunikmati. Anneke menunjukkan keindahannya dalam basah tubuhnya. Kini dia mengambil sabun mandi. Dia usapkan ke bahunya yang bidang, lalu turun ke dadanya. Busa sabun yang berserak di tubuhnya nampak di mataku seperti busana 'houture couture' dari kapas surga buatan malaikat. Tubuh sintal dengan kulit hitam manis Anneke yang cukup kontras dengan 'busana' malaikatnya itu sepintas mengingatkanku pada tubuh Naomi Campbell, model hitam dari Paris itu. Buah dadanya nampak sedemikian padat dan ranum saat tangannya yang halus meremas dan menggosoknya. Dia juga memilin-milin putingnya dengan sedikit mendesah.

Yang membuatku jadi setengah bertanya adalah, apakah peristiwa sebelumnya saat dia mengintipku mandi tadi telah mempengaruhi perasaannya, sehingga dia mendesah seperti itu? Perasaan erotisku menjalar ke ubun-ubun. Tanganku mengelus-elus rasa gatal dan panas di kemaluanku. Cairan birahiku semakin terasa mendesak keluar. Anneke mengambil gayung dan menyiram tubuhnya mulai dari kepala. Air yang mengguyur dan mengalir di seluruh tubuh menghapus 'busana' surganya. Anneke berubah menjadi porselain China yang hitam manis berkilatan. Bibir Anneke kembali mendesah dengan mulutnya yang setengah terbuka menghela nafas saat air dingin segar itu menyiram tubuhnya. Kemudian tangannya beralih menggosok bagian tubuh yang lainnya.

Diangkat satu tangannya ke atas dan tangan yang lain menyabuni ketiaknya yang terbuka, demikian bergantian. Lembah sensual di ketiak Anneke sungguh sangat mempesona. Aku membayangkan aromanya saat basah oleh keringatnya seusai baris berbaris saat melakukan tugasnya sebagai mayoret. Kembali aku menelan air liurku. Dari ketiak, tangannya menyabuni perut hingga ke selangkangannya. Di sini jantungku berdegup dengan kencang. Perut perawan yang kencang dan langsing, dengan pusarnya yang nampak masuk ke dalam itu tampak begitu serasinya. Warna kulit hitam manisnya justru memancarkan keindahan perut Anneke ini.

Begitu banyak wanita, khususnya para perawan yang meng-'expose' perut dan pusarnya. Sebagai seseorang yang cerdas, Anneke tampak kurang suka memamerkan pesona tubuhnya, khususnya bagian perut dan pusarnya itu kepada orang lain. Kecantikannya nyaris selalu terbungkus dalam selubung 'sutra' kecerdasannya itu. Kini tangannya mulai membelai kemaluannya dengan lembut. Dimiringkan telapak tangannya saat menyelip dan membelah bibir kemaluannya. Tangannya masuk setengah, kemudian ditariknya untuk menggosok ke atas dan kemudian dengan cepat diturunkannya kembali, terus berulang-ulang. Bibir kemaluannya yang nampak demikian subur dan montok terdesak oleh jari-jarinya. Dengan wajahnya yang menatap langit-langit, Anneke setengah menutup matanya. Dia seakan menarik nafas hendak mengendus aroma sesuatu, mungkin aroma sabun yang harum itu. Gosokan tangannya ke atas bawah itu kini juga telah lebih dalam memasuki celah kemaluannya. Samar-samar kudengar Anneke mendesah. Tiba-tiba matanya langsung mengarah celah dimana aku sedang mengintipnya. Aku terkejut, apakah dia tahu bahwa aku mengintipnya? Ah biarlah, toh kalau sampai dia tahu pun, aku masih bisa berkilah bahwa dia juga telah mengintipku saat aku sedang mandi tadi. Tapi ternyata dia bukannya sedang menatapku.

Tangannya yang kini bergerak maju, mengambil sesuatu dari gantungan baju yang memang letaknya menempel di pintu itu. Tetapi, Anneke meraih celana dalamku yang karena lupa, masih tertinggal di kamar mandi. Celana dalam itu sudah kotor dan aku telah berganti mengenakan celana dalam lain yang masih bersih. Yang membuatku lebih terkejut lagi adalah, dengan serta merta, celana dalamku yang bermotif bunga-bunga merah muda itu diciuminya. Dia tangkupkan ke hidungnya dan dengan matanya yang setengah tertutup, dia menghirupnya dalam-dalam selama bermenit-menit. Dia bolak-balik serta di gosok-gosoknya celana dalam kotor itu ke hidung dan wajahnya. Dia juga mengecap-ngecap dengan mulutnya hingga celana dalam tersebut tampak basah kuyup oleh ludahnya, khususnya di bagian menyempit yang pada saat dipakai akan menyelinap di celah pantatku. Wow, edan juga birahi anak ini, birahi si anak perawan cantik yang terobsesi dengan celana dalam kotorku hingga membuatku ikut blingsatan.

Selanjutnya, kulihat Anneke mengangkat kaki kanannya untuk diinjakkan ke tepian bak mandi hingga nampak selangkangannya terbuka, kemudian satu tangannya kembali turun dan membelah bibir kemaluannya yang kini merekah di tengah selangkangannya yang terbuka. Dengan licin sabunnya yang masih tertinggal, jari-jarinya menembus lubang vaginanya, kemudian mengocok-ngocok keluar masuk dengan cepat. Desahannya kini juga disertai dengan rintihan yang tertahan. Dia dalam keadaan sangat terhanyut. Birahi telah melanda nafsunya. Pantatnya kemudian juga ikut bergoyang maju mundur. Hal itu berlangsung cukup lama. Terkadang tangannya menusuk lebih dalam ke vaginanya. Celana dalamku digigiti dan diisap-isapnya. Saat ini Anneke sedang merasakan kenikmatan layaknya orang bersenggama. Kulihat keringat mulai mengucur dari dahinya. Basah air di rambutnya yang nampak awut-awutan, berubah menjadi basah keringat. Wajahnya terus mendongak ke langit-langit. Matanya setengah tertutup dan mulutnya setengah terbuka. Terdengar desahannya, hingga tak ayal lagi, kenikmatan orgasme akan segera dialami oleh Anneke. Dan benar saja, tak lama kemudian, akhirnya cairan birahinya muncrat. Anneke berhasil meraih orgasme. Kuperhatikan dia saat menjelang orgasme, gerakan maju-mundur pantatnya, keluar masuk tangannya, hidungnya yang dengan penuh kegilaan menghirup aroma celana dalamku, semuanya berlangsung semakin cepat dan penuh nafsu. Anneke kemudian rubuh ke lantai. Dia terduduk kelelahan.

Dan aku sendiri benar-benar telah terkena imbas badai birahinya. Aku benar-benar sudah tak tahan lagi hingga dengan setengah berlari, aku kembali ke kamar tidurku. Segera kukunci pintu untuk melucuti pakaianku. Kuambil dildo pemberian tetanggaku Indri dari laci rahasiaku. Aku merebahkan diri di ranjang. Kulipat pahaku hingga hampir menyentuh tubuh. Pantatku menghadap lurus ke dinding dan kemaluanku terbuka. Dengan cepat, kusentuhkan kepala dildo itu ke bibir vagina dan kelentitku, lalu kudorong agar memasuki kemaluanku. Masih terasa agak sulit dan 'seret', hingga terpaksa kutarik kembali dan kuludahi. Kuludahi juga telapak tanganku untuk kemudian kuoleskan ke dalam vaginaku. Kemudian kutusukkan kembali dildo itu ke dalam kemaluanku hingga habis seluruh batangnya. Dan dengan cepat kukocokkan ke dalamnya hingga dinding-dinding vaginaku dapar merasakan setiap detail batang dildo itu. Nafsuku yang sudah sedemikan memuncak sejak mengintip ekspresi Anneke pada saat dilanda orgasmenya tadi mempercepat datangnya orgasmeku sendiri. Aku menjerit tertahan menerima kenikmatan tak terhingga ini. Kupercepat kocokan dildoku hingga akhirnya segalanya reda. Aku terkulai sambil mengatur nafasku satu-satu. Ohh.. Anneke, kaulah penyebabnya.

Kudengar Anneke kembali menyiram tubuhnya. Tak lama kemudian, suara pintu kamar mandi terdengar berderit. Anneke baru selesai mandi. Aku mencoba membayangkan saat dia baru keluar dari kamar mandi dengan menjinjitkan kakinya karena khawatir telapak kakinya akan membasahi lantai keramikku. Kubayangkan rambutnya yang masih basah dengan handuk yang melilit tubuh indahnya. Kubayangkan tetes-tetes air yang jatuh dari tubuhnya ke lantai, tercecer dalam kristal-kristal yang bening. Kubawa terlena semua bayang-bayangku hingga akhirnya aku tertidur.

Mas Adit pulang baru pada pukul 8 malam. Atas inisiatifnya sendiri yang selalu tak pernah dapat kucegah, Anneke menyiapkan makan malam kami. Dari persediaan bahan yang ada di lemari es, dia memasak masakan ala serba Thai. Ada kangkung pedas, ada Tom Yang Goong dan menu utamanya adalah Pla Jian, masakan dari ikan campur jahe. Ah, anak ini memang benar-benar pintar membawa diri. Suamiku makan dengan lahapnya. Selama makan, aku berlagak seakan tak ada hal aneh yang pernah terjadi. Seakan aku tak tahu bahwa dia telah mengintipku mandi, dan sebaliknya aku juga tidak ingin menimbulkan kecurigaannya bahwa aku juga telah mengintipnya saat dia mandi. Besok Anneke akan menghadapi wawancara akhir yang akan berlangsung di kantornya pada pukul 11 siang. Rencananya, dia akan berangkat dari rumah besok pada pukul 10 pagi. Dia sudah memperhitungkan bahwa paling lama dalam waktu 30 menit, dengan taksi dia akan dapat mencapai kantornya.

Hari ke-4

Seperti biasanya, Mas Adit sudah berangkat ke kantor pada pukul 7.30 pagi. Setelah menyapu lantai, aku langsung mandi. Kali ini aku pergi mandi dengan tersenyum geli. Aku akan mandi berdasarkan sebuah skenario yang telah kupersiapkan masak-masak dalam benakku sejak malam menjelang tidur. Sebelumnya, aku mondar-mandir di ruang keluarga dengan bermantelkan handuk mandi yang membungkus tubuh, handuk yang baru kali ini kupakai sejak Mas Adit membelikannya sepulang dari Hongkong bulan lalu. Aku ingin memastikan bahwa Anneke mengetahui saat aku akan mandi. Saat kututup pintu kamar mandi, sengaja kuperdengarkan dengan keras saat slot kunci pintu kupasang. Kuperdengarkan juga suara-suara air yang menyirami kakiku. Semua itu memang kumaksudkan agar Anneke mengetahui bahwa aku sekarang sedang akan mandi. Dan sesuai dengan harapanku, kulihat kembali kaki indah itu dari celah bawah pintu kamar mandi. Kaki Anneke. Terselip rasa geli dalam hatiku. Aku seperti anak-anak yang begitu senang mendapatkan mainannya. Dan kurasakan betapa main-main seperti ini dapat menyenangkan hati pula. Aku tersenyum sendiri sambil terbatuk-batuk.

Aku membayangkan diriku seolah penari striptease yang sedang berada di atas panggung hiburan. Kulepas busanaku satu persatu dengan gaya erotis. Pertama, kulepas ikat pinggang mantel handukku. Kemudian aku bergaya seolah menggulung rambutku. Gaya seperti ini akan tampak menggairahkan apabila terlihat dari arah samping. Oleh karenanya aku berdiri di dekat bak mandi secara menyamping dari arah pintu. Kemudian kulepas mantelku dan kugantung di gantungan baju di balik pintu. Aku yakin saat ini jantung Anneke mulai berdegup kencang. Sebelum aku melepas BH-ku, kumasukkan tangan untuk menggaruk-garuk buah dadaku seolah gatal sambil sedikit mendesah. Aku juga menggosok leherku. Ini kulakukan untuk menunjukkan pada Anneke betapa sensualnya leherku. Aku kemudian mengelus dagu, rahang hingga belakang telingaku. Tempat-tempat itu biasanya merupakan sasaran bibir dan lidah saat seseorang berkesempatan untuk mencium dan menjilatinya.

Kugosok juga ketiakku. Kuangkat tinggi-tinggi tangan kiriku kemudian kuelus dan kugaruk lembut lembah ketiakku. Teman dan tetanggaku Indri, sangat keranjingan apabila menyaksikan ketiakku karena menurutnya ketiakku indah dan harum seperti ketiak dewi dari surga. Maklum saja, itu menurut orang yang sedang keranjingan. Kemudian kedua tanganku meraih kancing BH di punggungku. Gaya membuka kancing BH ini adalah juga sesuatu yang sangat disenangi oleh para wanita dan pria hidung belang, karena saat membuka kancing BH, seorang wanita akan memperlihatkan lengannya yang mulus, sedikit ketiaknya, juga dadanya yang tertarik ke belakang hingga payudara akan tampak lebih kencang dan menggembung. BH itu kembali kusangkutkan di gantungan baju. Aku teringat celana dalam kotorku kemarin yang telah dilumat oleh bibir dan lidah Anneke. Sekarang akan kutinggal BH-ku di gantungan ini. Aku ingin melihat ekspresi Anneke saat menciumi BH-ku nanti. Kemudian kuamati perutku yang masih mulus tanpa lipatan.

Kini saatnya kurogoh celana dalamku. Dengan melewati 'tahi lalat' yang berada di tepi celana dalamku, kuelus kemaluanku. Kumasukkan jari-jari ke belahan kemaluanku dan menggosoknya. Kemudian kuperosotkan celana dalamku hingga terentang di kedua pahaku dan kembali dengan tangan kuelus bibir vaginaku yang kini sepenuhnya terbuka. Kulihat kaki Anneke belum bergerak dari tempatnya. Kupikir, tentunya saat ini dia sedang mati-matian berusaha menahan gejolak birahinya. Aku tersenyum geli dengan permainanku sendiri.

Kemudian giliran pantatku. Aku merundukkan badanku setengah menungging kemudian menggosok-gosok pantat beserta belahannya. Kumasukkan jari-jariku pada belahan itu dan kutusukkan jari ke lubang analku. Aku memutar tubuhku hingga pantatku membelakangi pintu agar dari tempat Anneke nampak gempalnya pantatku yang menurut Indri sangat seksi. Dan akhirnya kulepas sama sekali celana dalam dari pahaku. Kini saatnya aku mandi setelah sebelumnya kucuci tangan, jari-jari dan lenganku. Kemudian kucuci kakiku, jari-jarinya dan betis serta pahaku. Ini selalu kulakukan untuk menghindari keterkejutan tubuhku yang akan dengan tiba-tiba tersiram air yang dingin ini. Kemudian kuguyur seluruh tubuhku.

Gayung air kupenuhi kemudian mulai kuguyurkan dari kepalaku. Kusabuni seluruh bagian tubuhku. Aku bernyanyi-nyanyi kecil sambil melirik kaki Anneke di sebelah pintu yang sama sekali tidak bergerak sejak awal aku masuk kamar mandi tadi. Entah apa yang sedang dilakukannya. Bukan tidak mungkin tangannya sedang mengocok vaginanya. Setelah mandi aku menyambar handuk dari gantungannya untuk mengeringkan badan. Kemudian kukenakan mantelku. Setelah selesai, aku segera keluar kamar mandi dan langsung menuju ke kamarku. Kulihat Anneke telah kembali duduk manis sambil berpura-pura membaca koran pagi di ruang keluarga.

Di kamar, aku memasang telinga. Beberapa saat kemudian kudengar Anneke memasuki kamar mandi. Aku bergegas menuju ke pintunya. Kali ini gilirankuku yang dibuatnya blingsatan. Kali ini Anneke bukannya langsung mandi tetapi malahan mengikuti dorongan birahinya dulu. Dia memeriksa apa-apa saja yang kutinggalkan di gantungan baju di balik pintu. Dia pasti telah menemukan BH dan celana dalam kotorku. Pertama, dia raih BH-ku dan diciuminya. Di sini aku melihat adegan yang sangat erotis. Anneke mengangkat baju kausnya hingga ke atas buah dadanya yang montok dan ranum itu. Kemudian sambil menciumi BH-ku, tangannya meremasi payudaranya dengan penuh birahi. Tangannya begitu erat meremas payudaranya. Jari-jarinya memilin puting-putingnya secara bergantian antara kiri dan kanan. Anneke mendesah dan merintih nikmat. Kemudian diraihnya celana dalamku untuk kembali diciuminya. Celana dalam beserta BH-ku telah berada di tangannya untuk secara bergantian dicium dan dilumatnya hingga basah kuyup oleh air liurnya, sambil memilin puting susunya.

Rupanya karena baru saja mengintipku mandi tadi, birahi Anneke dengan cepat naik hingga ia tak mampu lagi menahannya. Dia segera bergerak merangkak di lantai. Kutunggu apa yang akan diperbuatnya. Diraihnya gayung air plastik dari tepi bak mandiku. Tangkainya yang berupa plastik licin membulat itu dijadikannya dildo untuk merangsang kemaluannya. Tangan kanannya memegang bibir gayung air itu dan menempelkan tangkainya ke vulvanya, kemudian ia mencoba memasukkan ke lubang surganya. Dia terus menusuk-nusukkannya hingga akhirnya pelan-pelan tangkai itu berhasil menembus vagina dan tenggelam ke dalamnya. Dia mengaduh dan merintih tertahan. Kulihat kini dia mulai mengocok tangkai gayung air itu ke lubang kemaluannya. Sementara itu pantatnya bergerak maju mundur menyongsong tangkai itu. Mungkin dia membayangkan dirinya sebagai anjing betina yang sedang digasak oleh jantannya. Dia melakukan manuver anjing betina itu dalam waktu yang cukup lama dan semakin cepat gerakannya. Aku benar-benar dibuatnya blingsatan. Vaginaku terasa berdenyut-denyut hingga cairan birahiku mengalir dengan sangat deras.

Nampaknya dia sedang berusaha meraih puncak kenikmatannya. Anneke mengubah posisinya hingga gayung air yang berbentuk segi empat dengan tangkainya yang bulat panjang seukuran penis itu tegak lurus ke lantai. Dia pegang dan dicoba didudukkannya, kemudian diposisikannya lubang kenikmatannya agar tepat berada di atas tangkai itu. Dan setelah beberapa kali dia bergerak menekan-nekan ke bawah, akhirnya tangkai gayung air itu amblas ditelan vaginanya. Anneke kini menggenjot tangkai itu naik turun seperti layaknya sedang menyetubuhi penis lelaki. Tangan kanannya terus menahan gayung air itu agar tetap berada di tempatnya sambil menyandarkan wajah dan memiringkan tubuhnya ke dinding untuk memberikan kesempatan pada tangan kirinya agar dapat menahan BH dan celana dalamku untuk dapat terus menciuminya.

Akhirnya, dengan diakhiri desah dan rintihannya yang memburu, cairan birahi muncrat dari vaginanya. Anneke meraih orgasme untuk kedua kalinya di bawah sorotan mataku. Aku kembali sangat terkesan melihat apa yang telah diperbuat Anneke hingga membuat birahiku kambuh lagi. Dan seperti halnya kemarin, aku segera bergegas ke kamarku. Aku terus teringat dan terbayang saat Anneke menjadi anjing betina dan melakukan masturbasi dengan tangkai gayung air kamar mandi tersebut. Aku seakan mendengar desah dan rintihannya kembali. Aku mengulangi melakukan masturbasi dengan dildoku hingga aku juga akhirnya meraih orgasmeku berkat tontonan erotis Anneke tadi.

Tepat pada pukul 10 pagi itu, Anneke keluar dari kamarnya dan berpamitan untuk berangkat ke kantornya. Aku menitipkan uang untuk dibelikan buah-buahan sepulangnya dari kantor nanti. Kini aku duduk sendirian di sofa ruang tamu. Aku menjadi banyak melamun. Sosok Anneke telah memasuki relung hatiku. Aku jadi merasa kesepian saat dia pergi ke kantornya. Sampai dengan hari ke-4 sekarang ini, Anneke telah berhasil membuatku "panas dingin". Ada terselip keinginan untuk mendekatinya secara terbuka. Tetapi aku memiliki banyak keraguan. Aku khawatir dia belum siap hingga hubungan kami yang sudah baik ini justru akan rusak. Jadi kupikir untuk sementara ini, biarlah aku akan menikmati birahiku hanya dalam khayalan bersama Anneke yang manis ini.

Saat sedang sendirian seperti ini, pikiranku selalu menuju ke arah seksual. Dan akhir-akhir ini Anneke telah merampas seluruh lamunanku. Aku sering membayangkan sedang duduk bersamanya di sofa ini. Kemudian kami saling mengelus paha, saling melumat bibir, saling menjilati payudara, maupun ketiak kami. Kami akan saling bertukar celana dalam. Aku akan melepas celana dalamku untuk kuberikan padanya, demikian pula sebaliknya dengan dia. Dan dengan sepenuh hati, hidungku akan menghirup dalam-dalam hingga aroma celana dalamnya mengisi seluruh rongga paru-paruku. Demikian pula sebaliknya dia akan mencium dan bahkan melumati celana dalamku. Anneke, kapan hal seperti itu akan kita alami? Kapan kamu memberikan keringat, ludah, ketiak, buah dada, aroma badan bahkan aroma liang surgamu untuk kuhirup, kucium dan kujilat. Kapan?

Pada pukul 5 sore dia baru sampai kembali ke rumah. Anneke bercerita bahwa wawancaranya telah selesai dan dia telah dinyatakan lulus. Dia sangat gembira hingga aku diciumnya dengan meraih kepalaku erat-erat. Aku terkejut karena Anneke menciumku persis di bibirku, tetapi aku kembali ragu untuk meresponsnya lebih jauh hingga aku agak menyesal.
Dia bukannya sekedar membawa buah-buahan. Dia bahkan berbelanja karena menurutnya, ini adalah untuk merayakan kegembiraannya atas wawancara yang sukses tadi. Aku ikut bergembira dengan kesuksesannya.
"Mbak saya pengin masak steak kesukaan Mbak. Ajarin, ya".
Dia sangat terampil di dapur. Hanya dalam waktu 20 menit masakannya telah siap. Kami berpesta kecil. Setelah makan, lampu ruang makan kumatikan dengan alasan agar hemat listrik.

Kami kemudian duduk di ruang tamu. Sebenarnya ada maksud lain soal lampu yang kumatikan tadi. Aku sengaja mematikannya agar ruang makan yang kebetulan dekat kamar mandi itu menjadi gelap. Anneke belum mandi, demikian juga aku berlagak belum mandi. Sehabis masak kami kegerahan hingga keringat mengucur dari tubuh kami. Dengan ruang makan yang gelap, siapapun yang mengintip kamar mandi tidak akan tampak dari dalam. Sementara kamar mandinya sendiri pasti akan terang selama digunakan. Aku sudah memiliki skenario baru untuk acara pengintipan kali ini. Aku jadi geli sendiri saat memikirkannya.

Aku merasa bahwa dalam 2 hari terakhir ini, antara aku dan Anneke telah sering saling memperhatikan. Kulihat Anneke sering melirikku dengan ekor matanya. Biasanya kalau sudah begitu, kudengar dia menarik nafas panjang dan aku sendiri sulit untuk berlagak acuh saat menghadapi hal seperti itu. Aku juga sering mencuri pandang padanya saat dia sedang duduk santai dengan hanya memakai pants-nya. Saat kakinya sedang mengangkang tanpa disadarinya, atau saat sedang menyilangkan kakinya. Aku suka sekali pada kakinya yang sensual itu hingga aku sering membayangkan mengulum jempol, jari-jari maupun betisnya. Terkadang dia menggunakan blus yang menggantung hingga menampakkan pusarnya. Sulit bagiku untuk tidak menikmati keindahan pusar seksi itu.

"Mbak atau saya yang mandi dulu?".
Anneke menyadarkan lamunanku. Dari nadanya, tampaknya dia mengingatkanku untuk lebih dulu mandi. Aku menggeliatkan tubuh sambil berdiri mengambil handuk dan langsung ke kamar mandi. Peralatan untuk mendukung skenarioku telah kuletakkan di sana. Kunyalakan lampu kamar mandi dan kututup pintunya kemudian bernyanyi kecil. Kali ini karena lampu di luar kamar mandi telah kumatikan, ruangan yang biasanya merupakan tempat Anneke mengintip menjadi gelap hingga agak sulit untuk melihat bayangan kakinya di celah bawah pintu. Tetapi aku yakin bahwa Anneke pasti telah berada di sana. Kembali aku melakukan ritual rutin sebagaimana orang akan mandi. Pakaian kubuka satu persatu dengan santai. Setiap kali selembar pakaian lepas dari tubuhku, terlebih dulu kucium, mengesankannya untuk mengetahui apakah pakaian itu sudah kotor atau masih bersih. Kemudian kusampirkan ke paku-paku gantungan pakaian di balik pintu.

Saat aku melepas celana dalamku, celana dalam kotor itu kugunakan untuk menyapu celah dan bibir vaginaku. Kukesankan melalui gerakanku bahwa ada kotoran yang membuat kemaluanku gatal. Dan sebelum kugantung, kuendus aromanyadan kutampakkan wajahku dengan ekspresi menyeringai seakan tidak tahan dengan aromanya. Kuperkirakan dengan melihat adegan yang kuperankan ini, Anneke pasti akan terobsesi. Aku sudah membayangkan betapa tinggi keinginannya untuk menciumi celana dalamku ini nanti. Kembali aku merasa geli membayangkannya.

Sekarang akan kujalankan skenario yang telah kupersiapkan. Skenario ini adalah dildo yang kukesankan seolah dengan sengaja kusembunyikan dalam kamar mandi. Aku membuka dan mengangkat tutup kloset. Dildo tersebut kurekatkan dengan selotip di balik penutup kloset. Kukesankan bahwa itu memang tempat rahasiaku, agar Mas Adit tidak pernah mengetahuinya. Kulepas selotipnya dan kuambil dildo itu. Kemudian kuguyur dan kucuci dengan air. Dildo ini adalah pemberian Indri, terbuat dari silikon bening warna biru yang kenyal, agar saat memegang terasa seperti memegang penis sungguhan. Bentuknya besar dan memanjang, dengan setiap ujungnya persis menyerupai kepala penis, hingga dildoku ini sangat merangsang dan akan membuat "dag dig dug" setiap perempuan yang mendambakan penis super besar.
Dildo itu kucium, kemudian kujilat-jilat sepanjang batangnya dan kemudian ujungnya kukulum.

Mulutku maju mundur mengulum batangnya yang erat berada dalam genggamanku. Aku melakukan gerakan seakan sedang memompa penis ke mulutku. Mataku terbuka terpejam merasakan betapa nikmatnya penis ini hingga aku mendesah. Kemudian kubawa dildo itu menyentuh leherku, menyusuri bawah dagu, ke samping rahang dan turun ke jenjang serta lipatan leherku. Kuperlihatkan ekspresiku yang menahan kenikmatan birahi. Terus kualihkan dildo itu ke dadaku. Kutuntun kepalanya menelusuri lekuk-lekuk buah dadaku. Kubenam-benamkan ke putingku. Aku menjerit tertahan sambil menggigit bibirku menahan nikmat. Kepala dildo itu juga kutuntun ke ketiakku untuk kugosok-gosokan di sana. Pandanganku mengarah ke langit-langit sambil mataku berkejap-kejap.

Kubawa dildo tersebut lebih ke bawah lagi, ke perut dan pusarku serta menggosok bulu-bulu kemaluan halusku. Dan lebih ke bawah lagi, kueluskan dildo tersebut ke kanan dan kiri selangkanganku sebelum akhirnya menyentuh vaginaku. Dan saat dildo tersebut mendesak bibir vaginaku, kembali aku menjerit tertahan. Betapa nikmat rasanya saat dildo itu menyentuhi klitorisku. Kutusuk-tusukkan kepala dildo itu ke ambang vaginaku. Kini aku tidak lagi berpura-pura. Aku merasa benar-benar terangsang. Cairan birahiku keluar hingga melicinkan bibir vaginaku. Terjangan kepala dildo itu lama-lama semakin menusuk kemaluanku. Kenikmatan vaginaku tak bisa lagi kupungkiri. Kini aku benar-benar mendesah dan merintih. Kini aku ingin agar kemaluanku melahap dildo itu hingga akhirnya kakiku kuangkat hingga berpijak ke tepi bak mandi. Dengan selangkangan yang terbuka, dildo itu mulai kupompakan secara ritmis dengan disertai desahan dan erangan nikmat yang melandaku.

Belum juga reda nafsu birahiku, kini aku merangkak ke lantai kamar mandi. Aku menungging. Kumasukkan dildo itu ke liang surgaku dari arah belakang. Tangan kananku kembali memompanya. Pantatku kugoyang-goyangkan agar dapat lebih membantu menyongsong pompaan dildo itu. Kini aku benar-benar dilanda nafsu. Aku menginginkan agar orgasmeku lekas hadir. Tangan kananku mempercepat pompaan tersebut. Rasanya aku ingin telentang di lantai. Dengan menyenderkan sebagian kepalaku ke dinding yang menghadap ke arah pintu, aku telentang di lantai dengan paha yang kubuka lebar. Dari arah depan, tanganku kembali memompakan dildo itu ke kemaluanku. Samar-samar kulihat kaki Anneke di celah bawah belakang pintu. Ternyata itu bukan kaki melainkan lututnya. Rupanya Anneke juga telah terhanyut oleh apa yang sedang disaksikannya. Mungkin kini tangannya juga sedang meremasi payudaranya atau mengocok kemaluannya.

Akhirnya dengan posisiku yang telentang di lantai kamar mandi ini, aku meraih orgasme. Aku nyaris tak mampu lagi untuk menahan teriakan karena nikmat yang melandaku. Cairan birahiku muncrat keluar dari vaginaku. Perasaan kelegaan langsung hadir menenangkan gelombang libidoku. Aku mulai menarik nafas panjang. Setengahnya aku merasa geli di hatiku. Permainanku ternyata seperti senjata makan tuan. Aku sendirilah yang setengah mati dikejar nafsu birahiku. Pelan-pelan aku berdiri. Kuletakkan kembali dildoku di atas kloset. Dan kemudian aku mandi. Sebelum keluar, kukembalikan dildoku ke bawah tutup kloset dan kurekatkan kembali selotipnya.

Aku berusaha agar tampak biasa-biasa saja. Tak kulihat Anneke, mungkin sedang berada di kamarnya. Aku menuju ke kamarku sendiri kemudian menyisir rambut dan mengenakan daster malam. Saat keluar, kulihat pintu kamar mandi sudah tertutup kembali. Kini adalah giliran Anneke untuk mandi. Sebenarnya aku tidak begitu berminat lagi untuk mengintip Anneke karena gejolak birahiku sudah mereda. Tetapi toh, aku ingin juga melihat apa sebenarnya yang dilakukan oleh Anneke di kamar mandi sekarang ini.

Aku berjingkat mengintip. Kulihat dia tinggal mengenakan BH dan celana dalamnya. Kemudian kulihat Anneke memerosotkan setengah celana dalamnya kemudian berjongkok ke lantai untuk pipis. Kuperhatikan air kencingnya yang sangat deras, mancur dengan kuat dari lubang vaginanya. Cairan kekuningan yang pekat bening itu, ingin rasanya kucoba agar membasahi tanganku, mencuci tanganku dengannya dan kemudian akan kujilati tanganku yang basah. Biar tanganku menadahinya, agar dapat kucuci mukaku dengan air seni Anneke yang cantik ini. Akan kujilati lantai yang basah oleh air seninya. Begitu melihat air seninya, birahiku yang telah reda kembali terbakar.

Selesai pipis, dia bangkit sambil mengembalikan celana dalamnya. Kemudian dengan sangat perlahan dia merunduk untuk membuka penutup kloset. Diraih kemudian dilepaskannya dildo yang kutempelkan di balik penutup itu. Dia tidak mencucinya lagi, walaupun sebelumnya dia juga melihatku membiarkannya belum dicuci setelah kupakai untuk memuaskan birahiku tadi. Bahkan dijilatinya bekas-bekas dari cairan birahi kemaluanku. Diciumnya dildo bekas pakaiku itu. Dia jilati sepanjang batangnya, kemudian bibirnya mengulum-ngulumnya. Dikeluarkannya buah dadanya dari BH-nya, kemudian digosok-gosokkannya dildo itu di sana. Dia gesek-gesekkan ke putingnya secara bergantian, kanan dan kiri sembari mendesah pelan. Belum puas juga, dia masukkan dildo itu ke BH-nya dari arah bawah dan digosok-gosokkannya kembali.
Selanjutnya seolah mengikuti route yang telah kulakukan tadi, ia menggosokkannya ke ketiak, perut, bulu kelamin, selangkangan dan pusarnya. Wajahnya menengadah ke langit-langit dengan matanya yang sayu menahan kenikmatan.

Aku sangat terpesona melihat bibirnya yang setengah terbuka sambil menampakkan desah nafasnya yang memburu. Kemudian tangan kirinya menyibakkan tepian celana dalamnya. Dia sentuhkan kepala dildo itu ke vaginanya. Kupikir, pasti kelentit dan bibir vagina Anneke saat ini sangat kegatalan karena birahi. Dengan tanpa membuka celana dalamnya, kini dildo itu dia dorong masuk ke dalam vaginanya. Dengan tanpa kesulitan sama sekali, Dildo sepanjang 25 cm itu setengahnya tertelan masuk. Pelan-pelan dan dengan sepenuh perasaan, kini Anneke memompa kemaluannya. Sambil mendesah dan menggigit bibir, pantatnya maju mundur menerima tusukan ritmis dari dildo itu. Nafsu birahiku yang sudah menyusut reda kemudian kembali terbakar setelah menyaksikan Anneke membuang air seninya, kini menggelegak kembali menyaksikan pemandangan yang sangat mempesona itu hingga aku meneguk air liurku.

Tanpa melepas dildo dari kemaluannya, Anneke mengubah posisinya. Seperti posisi kemarin, dia merangkak dan menungging dengan pantatnya menghadap ke pintu. Dilanjutkannya mengeluarmasukkan dildo ke vaginanya. Pantatnya kini maju mundur dengan cepat mirip seperti anjing kawin. Tangannya mengocok dildo itu dengan cepat ke lubang surganya. Aku tidak tahan lagi mendengar Anneke merintih seperti itu. Kudengar dia sangat menderita. Tangannya yang mengocok dengan kencang belum juga membuatnya mencapai kepuasan. Dia kembali bergeser dan telentang ke lantai. Pantatnya diangkat hingga lututnya terlipat ke arah tubuhnya. Aku kembali melihat lubang pantatnya hingga membuat air liurku mengalir keluar. Vaginanya kini terbuka ke atas menantikan kembali tusukan dildonya. Kemudian sesudah menempatkan kepala dildo itu tepat pada bibir kemaluannya, tangannya menekan hingga sebagian dildo itu amblas menghunjam vaginanya. Kemudian Anneke memompanya kembali. Nampak bahwa dia begitu merasakan setiap tusukan dildo tersebut.

Pada setiap tusukan dan tarikan selalu disertai dengan desah nikmatnya sampai dengan akhirnya dia mempercepat frekuensinya. Dan tak ayal lagi, kini Anneke nampak mulai menapaki titik orgasmenya. Dia percepat tusukan dan tarikan dildonya. Tanpa sadar tanganku ikut memeras buah dadaku. Aku juga mengerang tertahan, sambil menggigit bibir karena menahan nikmat nafsu yang datang melanda. Akhirnya kulihat Anneke menggelepar di lantai kamar mandi. Semua bagian tubuhnya menggelinjang liar tak karuan menyertai vaginanya yang memuncratkan cairan birahi. Aku menahan nafasku. Aku beranjak ke depan untuk duduk di ruang tamu menyandarkan tubuhku di sofa karena dengan melihat ulah Anneke yang sedemikian liar dan kehausan, aku jadi ikut lelah.

Hari ke-5

Hari ini Anneke pergi ke kantornya untuk mengambil Surat Keputusan Direksi (SKD) mengenai penerimaannya sebagai karyawan serta penetapan tanggal masuk kantornya di sebuah perusahaan PMA yang bergerak dalam bidang minyak dan gas bumi. Pagi dini hari Anneke sudah buru-buru mandi. Rencananya dia akan menumpang mobil Mas Adit ke kantor barunya itu. Tetapi saat dia menelepon koleganya, dia diberitahu bahwa dia dan teman-temannya baru akan diterima direksi pada pukul 2 siang nanti. Jadi dia memutuskan akan berangkat sekitar pukul 12 agar tidak terlalu lama menunggu di kantor hingga rencananya menumpang Mas Adit pun dibatalkan. Setelah menemani Mas Adit makan pagi hingga berangkat ke kantor, Anneke sibuk dengan urusan persiapan kantor barunya sementara aku pergi mandi.

Terus terang hatiku senang saat Anneke tidak jadi berangkat pagi. Dan kemudian berharap dia akan mengintipku saat aku mandi pada pagi ini. Aku sudah mempersiapkan kejutan baru untuknya. Tetapi sebaliknya ternyata justru aku yang tertimpa kejutan. Begitu aku masuk ke kamar mandi, aku mendapatkan apa yang diam-diam selama ini telah kudambakan selama 3 hari terakhir ini. Aku mendapatkan celana dalam dan BH Anneke yang tertinggal dan tergantung di dekat pintu. Hal ini terjadi mungkin karena mandi pagi Anneke yang terburu-buru tadi. Wajahku tersirap. Aku menggigil karena birahi yang langsung menamparku. Aku terpana. Segala skenarioku tidak kuperlukan lagi. Di kamar mandi ini aku menemukan opsi lain yang jauh lebih menggetarkan.

Mendekati celana dalam Anneke, aku langsung limbung. Membayangkan bahwa hidungku akan menikmati aromanya. Dengan memandang BH kotor Anneke, mataku jadi nanar. Aku akan memuaskan birahi dengan menjilati dan menciumi aroma keringatnya. Berat rasanya menahan diri untuk tidak menyentuh sebelum saatnya. Tetapi kudekatkan juga wajahku, kuamati celana dalam juga BH-nya yang tidak baru itu. Nampak warna pekat kekuningan pada celah sempitnya. Kudekatkan hidungku untuk mengendusnya. Kulirik kaki Anneke yang ternyata sudah bersiap mengintipku lagi dari balik pintu. Kini saatnya "live show" dimulai. Pemain dan penonton tunggal sudah siap berada di tempatnya masing-masing. Birahi "exhibitionist"-ku telah mengantarkanku ke arena pertunjukan.

Intronya adalah aku akan buang air dulu sebelum mandi. Ini tak bisa kuhindari karena sebelumnya memang dengan sengaja aku menahannya sejak bangun pagi tadi untuk maksud ini. Aku yakin Anneke akan menyaksikan adegan ini dengan resah dan gelisah. Sayangnya, tak ada cara untuk mendekatkan hidungnya agar dapat menangkap aroma beban pagiku ini. Untuk mengisi waktu selama aku buang air, aku bergaya seolah sedang membersihkan kotoran dari tubuhku. Aku menggosok dan mengelus leherku, kemudian turun ke buah dadaku. Kukeluarkan payudaraku dari BH dan kupilin putingnya, kemudian kugosok dan kuelus ketiakku. Di sela-sela itu, wajahku terkadang menyeringai sambil menggigit bibir, entah menggambarkan apa, yang penting aku berusaha menunjukkan ekspresi erotis agar dapat dinikmati dan dapat merangsang birahi Anneke.

Aku memikirkan cara yang atraktif dan efektif saat cebok. Pertama, saat tangan kiriku meraih dan menghapus kotoran dari analku, terlebih dahulu kuangkat dan kuamati serpihan yang masih menempel di jari-jari, kuendus sekilas sebelum kembali ke anal sambil tangan kananku menyiram dengan air ke tempat itu. Kemudian saat aku mencuci vagina, aku berusaha mengekspose penampilannya dengan cara yang tak kentara memposisikan diriku agar caraku menceboki vaginaku menjadi nyata dan jelas saat diintip dari celah pintu. Sebelum memasuki episode berikutnya, kutarik handle pelepasan air hingga klosetku bersih kembali. Kuperhitungkan bahwa tindakanku ini akan membuat Anneke merasa sangat kecewa.

Selanjutnya kubuka pakaianku kecuali celana dalam dan BH. Dan inilah kejutan yang telah kupersiapkan untuk Anneke. Tanganku meraih BH kotornya dari gantungan baju. Kurentangkan, kucium dan kemudian kujilati serta kulumat-lumat hingga kuyup oleh ludahku. Mulutku berusaha menyedot basah ludah di kain BH itu hingga setelah puas, kukalungkan ke leherku. Kini tanganku meraih celana dalamnya. Sebagaimana sebelumnya, kembali kucium dan kemudian kurentangkan. Nampak warna pekat kekuningan di bagian sempitnya yang biasa terjepit di bibir vagina dan belahan pantat Anneke. Aku tidak sabar lagi hingga kembali kuciumi bagian itu dan kulumat hingga kuyup.

Rasanya aku tidak puas-puas juga. Sambil terus menyedot bagian kuyup itu, tangan kiriku mengocok kemaluanku. Kumasukkan jari ke lubang vaginaku. Kukorek-korek untuk mengurangi gatal birahi yang demikian mendesak-desak nafsuku. Tiba-tiba rasa birahi yang menyeruak membuatku ingin pipis hingga sekalian saja celana dalam Anneke kupipisi juga. Sungguh sangat erotis nampaknya. Dan kembali kucium dan sedikit kuhisap basah air seniku di celana dalam itu sebelum akhirnya kugantungkan kembali bersama dengan BH-nya ke dekat pintu.

Aku melirik ke bawah pintu. Kaki Anneke masih tetap di sana. Kurasa sudah lebih dari 15 menit aku mendekam di kamar mandi sejak intro buang air tadi. Walaupun aku sangat "horny", tetapi aku belum menuntaskan libidoku hingga mencapai orgasme karena lelah. Kusimpan energiku untuk lain kesempatan. Kini aku benar-benar mandi untuk membersihkan seluruh tubuhku. Aku merasakan sedemikian segarnya mandi pagi ini. Aku menikmati bayanganku tentang bagaimana Anneke menjadi panas dingin saat mengintip kegiatan mandiku pagi ini. Kurasa dia akan mengambil celana dalamnya yang telah basah oleh kencingku tadi. Mungkin saja dia akan mengambilnya untuk dibawa ke kamarnya dan kemudian menjilati atau menyedot air seniku yang terserap di celana dalamnya.

Setelah mandi kulihat Anneke telah berada di ruang keluarga dengan setumpuk berkas-berkas untuk persiapannya ke kantor siang ini. Saat aku sedang berpakaian, kudengar derit pintu kamar mandi. Aku juga mendengar tutup kloset yang dibuka seakan dia sedang buang air. Tidak lebih dari 2 menit, pintu berderit kembali. Aku yakin bahwa Anneke sangat kecewa saat mengamati kemungkinan akan adanya sisa kotoran dan air seniku yang dipikirnya masih tertinggal di kloset, ternyata sudah raib tertelan bumi hingga ia hanya dapat mengambil celana dalam dan BH-nya yang tertinggal. Dia tahu kini bahwa aku dan dirinya saling terobsesi birahi untuk saling mencium dan menjilat apapun yang keluar dari tubuh-tubuh kami. Dia seharusnya tidak merasa perlu lagi untuk merasa sungkan ataupun malu padaku untuk langsung masuk ke kamarku. Kurasa telah cukup waktu bagi Anneke untuk bermasturbasi dengan dildo yang kutinggalkan sebelum dia keluar pada pukul 11.40 dengan pakaian rapinya dan bersiap-siap berangkat ke kantornya.

Hari ini pada pukul 4 sore dia telah kembali. Dari SK Direksi telah ditetapkan bahwa Anneke akan mulai masuk kantor pada awal bulan depan. Dia berkata bahwa kalau Mas Adit dan aku mengijinkan, maka untuk sementara Anneke akan ikut kami dulu selama beberapa waktu sebelum mendapat tempat kost yang dekat dengan kantornya. Aku dan Anneke saling memandang hingga terasa ada sesuatu yang menyesakkan dada kami. Kami melayang dengan pikiran kami masing-masing. Tetapi entah, aku tidak mampu berbuat lebih. Kehendak hati kecilku yang diwarnai gejolak birahi beberapa hari terakhir ini tidak mampu kuungkapkan dan kuwujudkan menjadi kenyataan. Demikian pula dengan Anneke. Kegembiraannya berkaitan dengan kepastian bahwa dirinya telah diterima bekerja di perusahaan asing tetap tidak bisa menutupi rasa kecewa pada angan-angannya untuk meraih kenikmatan birahi bersamaku yang sama sekali belum terungkapkan sebagaimana yang terjadi juga padaku. Dia khawatir bahwa dirinya telah bertepuk sebelah tangan karena selama ini dia belum mengetahui bahwa sebenarnya aku juga mengintipnya saat dia mandi. Belum nampak adanya solusi yang tepat untuk meraih obsesi bersama kami ini.

Hari ke-6

Anneke memintaku menemaninya membeli oleh-oleh dan pesanan orang tuanya ke Mall Mangga Dua. Setelah menyelesaikan kebutuhannya, sebelum makan kami sedikit melakukan "window shopping". Kami makan di restoran siap saji yang banyak berserak di mall itu. Ini adalah hari terakhir Anneke di Jakarta setelah sukses menyelesaikan urusan pekerjaan di kantor barunya. Saat pulang kami pergi ke stasiun Gambir untuk mengambil tiket KA Eksekutif yang telah Anneke pesan beberapa hari sebelumnya. Kuperhatikan Anneke banyak berdiam diri. Aku tidak ingin mengganggunya. Nampak ada beban yang masih mengganjal dalam dirinya. Dan dapat kupastikan itu adalah beban birahinya yang belum terselesaikan dengan tuntas. Seharian aku berjalan bersamanya dan kuperhatikan berkali-kali dalam berbagai kesempatan, dia mencuri pandang padaku. Dia perhatikan leher, dada, belakang kuduk, ketiak, pinggul, pantat, paha, betis, pokoknya semua bagian tubuhku tak ada yang luput dari perhatiannya. Terkadang terdengar hingga ke telingaku saat dia menarik nafas menahan gejolaknya. Aku merasa kasihan padanya karena Anneke terlampau obssesive menghadapiku kali ini. Mungkin dia sudah cukup lama mendambakanku seperti ini. Di tengah keluarga Mas Adit, sering kudengar mereka demikian seringnya memuji kecantikanku. Aku sering menjadi sungkan dan malu sendiri, disamping terselip juga rasa berbunga-bunga tentunya. Bukan tidak mungkin, hal ini juga didengar oleh Anneke hingga kemudian dia salurkan dorongan obsesinya saat berkesempatan ke Jakarta dan tinggal di rumahku.

Sementara, walau bagaimanapun juga aku tetap harus berusaha untuk menjaga jarak. Aku tidak ingin dianggap mengajarkan sesuatu yang tidak baik di tengah keluarga Mas Adit karena tentu mereka akan sulit menerima kenyataan tersebut. Mereka adalah orang-orang yang sudah sedemikian ketatnya terkondisikan oleh pandangan-pandangan moral mapan yang tak begitu saja bisa diubah. Anneke merupakan generasi muda dengan perkecualian yang sangat minoritas. Dia sudah dapat lebih melihat dunia nyata yang demikian luas. Dia sering menjelajahi jaringan dunia tanpa hambatan yang kita sebut sebagai Internet. Dia juga sudah menyadari akan pentingnya sikap dan karakter pilihannya sendiri. Dia sudah sadar mengenai pentingnya seseorang bersikap dan berlaku sebagai "myself" , untuk dapat menunjukkan keberadaannya di lingkungannya. Dia adalah cermin generasi masa kini dan masa datang. Dia membawa sendiri nilai-nilai dan sekaligus dia laksanakan nilai-nilai itu, walaupun seperti yang kulihat sekarang, dia juga belum sepenuhnya terbebas dari keragu-raguan. Kuanggap itu adalah hal yang wajar dan manusiawi, karena pada masa kini tidak semua orang dapat berlaku sembrono atau serampangan.

Beberapa saat setelah sampai di rumah, aku langsung mandi. Aku ingin agar dia mendapatkan kesenangan yang benar-benar memuaskan hatinya sebelum dia pulang ke Madiun besok. Aku pergi ke kamar mandi hanya dengan lilitan handuk di tubuh. Kuperlihatkan sedikit pahaku dan cukup banyak memperlihatkan punggung serta bagian atas dadaku yang mulus. Aku berpura-pura mengambil sesuatu di tumpukan koran dekat Anneke yang kebetulan sedang menonton TV di ruang keluarga. Aku menanyakan apakah barang-barang yang akan dibawanya pulang besok sudah dibungkus. Kalau belum aku menawarkan padanya untuk menggunakan kantong-kantong yang masih bagus yang sering kudapatkan saat aku berbelanja dan sengaja aku kumpulkan. Mata Anneke nampak nanar memandang tubuhku sambil menyetujui tawaran baikku. Kemudian aku berjalan ke kamar mandi.

Ah, rupanya kembali kutemukan celana dalam dan BH kotornya. Jangan-jangan ini disengajanya karena dia demikian menikmati saat mengintipku dan demikian bernafsu melumati barang-barangnya kemarin sore hingga kini dia berharap agar aku mengulanginya kembali. Ini adalah celana dalam dan BH kotor lain yang ditinggalkannya saat mandi tadi pagi. Aku kembali menggigil karena nafsu birahiku.
"Jangan khawatir Anneke, aku akan mengulangi kenikmatan menciumi dan melumati celana dalam dan BH kotormu", batinku.
Aku melirik ke bawah pintu. Kulihat kaki Anneke sudah kembali bersemayam di sana. Seperti halnya kemarin, aku mulai dengan membuka kloset dan duduk di atasnya. Tetapi kali ini bukannya untuk membuang air besar, melainkan hanya sekedar pipis. Aku pipis banyak sekali karena telah minum macam-macam di Mangga Dua tadi. Dari Coca Cola, air mineral, dawet asli Solo, es kunyit asam, es kelapa muda dan lain-lain. Pokoknya kalau merasa haus, aku biasanya langsung mencari minum. Di setiap sudut Mall Mangga Dua memang selalu ada kios kecil yang menyediakan minuman berbagai rupa.

Selesai pipis aku cebok dan kloset kututup tetapi tanpa membuka pelepasan airnya. Kubiarkan air seniku tetap di tempatnya. Wajahku demikian nanar memandang ke arah pintu dimana celana dalam dan BH Anneke masih tergantung di dekatnya. Kemudian aku meraihnya BH dan celana dalam sambil menciuminya dan mendesahkan nama Anneke. Aku menjadi benar-benar sangat menjiwai dan terangsang. Dengan terburu-buru, sambil sangat gemetar kubuka tutup air kloset. Kuambil dildo yang kuletakkan menempel di sana. Dengan tetap menjilati dan melumat celana dalam kotornya, kupompakan dildo tersebut ke vaginaku. Aku sudah tak sempat lagi mencari gaya-gaya yang atraktif karena kini aku sedang dikejar gejolak birahiku. Aku melakukan apa saja yang dapat demikian kuat mendorongku. Aku rebah ke lantai kamar mandi yang basah dan melipat kakiku ke arah tubuhku hingga pantat dan vaginaku terpampang dengan jelas. Kumasukkan dildo menembus vaginaku. Aku menjerit kecil saat dildo itu telah melewati bibir vaginaku. Kemudian aku mulai memompanya sambil mencium dan melumat celana dalam Anneke.

'Anneke.., aahh.., nikmatnyaa Annekee..", begitu terus menerus desahanku setengah merintih.
Terjangan dildoku semakin cepat memompa vagina. Aku mendesah dan meracau dengan memanggil-manggil nama Anneke. Ketika panas birahiku sudah demikian memuncak dan rasa ingin pipis yang sangat mendesak sebagai tanda orgasme akan datang, pantatku menyongsong gerakan dildo dengan cepat. Nafasku yang memburu dengan desahan-desahan yang menyebut nama Anneke semakin intens dan berkepanjangan. Aku nampak sangat memelas dalam kehausan birahiku. Dan akhirnya saat orgasme itu datang, aku menggelepar. Kudempetkan kepalaku ke dinding untuk menahan jejakan kepalaku ke lantai karena menahan nikmat yang muncrat bertubi-tubi. Aku mengerang tertahan cukup lama sebelum akhirnya aku kelelahan dan lunglai di lantai porselain yang basah ini. Setelah itu aku baru benar-benar mandi.

Saat aku keluar, kulihat Anneke sudah ada di depan TV kembali. Aku langsung masuk ke kamarku.
"Mbak, aku minta shampoonya ya?, rambutku rasanya berdebu banget nih", kudengar panggilan Anneke.
"Ya, ambil saja", jawabku dari kamar.
Aku tahu bahwa maksudnya sekarang adalah gilirannya untuk mandi dan bukannya memintaku mengintipnya, tetapi secara tersirat ia menempatkan pengertian agar aku tidak mencurigainya karena setiap aku selesai mandi kemudian dia segera menyusulnya. Kurasa ini adalah saat yang penting karena ada sesuatu yang "luar biasa" sedang menunggunya di kloset. Begitu kudengar Anneke telah menutup pintu kamar mandinya, aku bergegas dan berjingkat menuju ke depan pintunya dan mengintip.

Kulihat, dengan penuh nafsu dia mendekati kloset, berjongkok di depannya dan membuka tutupnya. Wajahnya mendekat dan terlihat matanya mengamati isi dalam kloset tersebut. Kemudian pelan-pelan matanya menutup dan dengan hidungnya dia mengendus isi kloset dengan penuh perasaan. Dia tampak sangat menikmatinya dengan menghirup bau pipisku dalam-dalam. Dia melakukan tarikan nafas panjangnya yang mendalam itu berulang-ulang. Dia seperti sedang melayang dalam kenikmatan yang sangat tinggi. Kemudian kulihat tangan kanannya bergerak ke dalam kloset itu untuk meraih air seniku. Dia amati cairan bening kekuningan di cekungan tangannya. Kembali dihirupnya dengan sangat dalam sambil menutup matanya. Itu juga dilakukannya berulang kali sebelum akhirnya membawa cairan itu untuk membekap mulut dan hidungnya dan kemudian mencuci mukanya dengan cairan pipisku. Aku gemetar menyaksikan Anneke yang merasa sedemikian nikmatnya merasakan pipisku.

Kemudian dia sendokkan lagi cairan kloset itu dengan tangannya. Kini bahkan dengan kedua tangannya. Dan diraupkannya ke mukanya kembali. Dia melakukannya berulang-ulang hingga mukanya benar-benar kuyup dengan air seniku dan tubuhnya basah oleh cipratan cairan kuning bening dari wajahnya itu. Bermenit-menit dia berjongkok di depan kloset itu dengan tangannya yang sibuk menyendoki dan sesekali mengaduk genangan pipisku di kloset itu. Dan terakhir kulihat klimaksnya saat dia kembali menyendok dengan tangannya untuk kemudian dibawa ke mulutnya. Diawali dengan lidahnya yang menjilat-jilat, Anneke meminum air kencingku dari tangannya. Entah sudah berapa banyak yang diminumnya sebelum akhirnya dia beranjak dari depan kloset untuk mandi. Itulah kejadian paling eksklusif yang kulihat dari perilaku Anneke dalam menyalurkan obsesinya padaku. Setelah itu dia benar-benar mandi dan aku kembali ke kamarku. Aku menjadi sangat 'horny'. Vaginaku basah oleh cairan birahi, tetapi sengaja kutahan untuk menghemat energi hingga aku tidak melakukan masturbasi.

Hari ke-7
Pada pukul 6 pagi, Mas Adit, aku sendiri dan Anneke telah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Kereta Anneke akan bertolak dari Gambir apda pukul 9 pagi. Semua barang-barang bawaannya telah siap untuk dimasukkan ke mobil Mas Adit. Mas Adit akan mengantarkan Anneke sampai di stasiun Gambir. Anneke sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada kami atas penerimaannya yang ramah selama dia berada di Jakarta dan tinggal di rumah kami. Dan dia mohon agar saat mulai masuk kantor barunya pada awal bulan depan nanti dapat sekali lagi 'merepotkan' kami. Dia ingin kembali tinggal beberapa saat di rumah kami sebelum mendapatkan tempat kost yang tidak jauh dari kantornya.
Mas Adit melirik kepadaku meminta persetujuanku dan tentu saja aku mengedipkan mataku tanda setuju. Persetujuan kami sangat menggembirakan Anneke. Dan kini saatnya dia berpamitan padaku. Di halaman depan sebelum memasuki pintu mobil, sementara Mas Adit sudah berada di belakang kemudi mobil dan menyalakan mesinnya, Anneke memelukku.
"Terimakasih banget Mbak atas segala-galanya. Mbak sangat baik padaku. Aku akan sangat merindukan Mbak", ujarnya sambil mencium pipiku.
"Sama-sama Anneke. Kamu yang sangat cantik juga telah membuat rumahku menjadi lebih indah, lho", jawabku.
Dia tersenyum mendengar kata-kataku.
Sebelum dia beranjak ke mobil, sekali lagi dia memelukku, kali ini sambil berbisik, "Mbak.., tahi lalat di paha Mbak indah sekali, Mbak".
Akhirnya berani juga dia mengemukakan apa yang dia rasakan dan pikirkan. Aku masih bengong saat dia langsung melepasku untuk berlari menuju pintu mobil. Tetapi sebelum sempat membukanya, kembali aku memanggilnya.
"Anneke, tunggu", panggilku sambil menghampirinya.
Kini aku yang memeluknya sambil berbisik, "Pesawat Challenger di bokongmu juga indah banget, lho".
Kontan tangan kananku terasa sakit dan pedih karena dengan penuh rasa terkejut, geregetan dan penuh gemas Anneke mencubitku sangat kerasnya.
"Ahh, Mbak Maarr.., Mbak Mar jahat banget nihh..! Awas nanti ya..!".
Anneke sama sekali tidak menduga bahwa aku juga mengintipnya saat mandi. Dia masuk mobil sambil mengepalkan kedua tangannya dengan gemas karena kejutan yang baru saja didengarnya dari bisikanku tadi. Aku masih kesakitan merasakan cubitannya. Tampaknya cubitannya cukup melukai kulitku. Saat dia bersiap menunggu kereta berangkat, dari HP-nya dia meneleponku. Aku mengatakan padanya bahwa cubitannya itu benar-benar keterlaluan hingga tanganku memar kebiruan dengan rasa sakit yang belum hilang hingga sekarang.
Anneke menjawab dengan tenangnya, "Aku hanya bisa berdoa Mbak, mudah-mudahan tangan Mbak belum baik sampai aku kembali ke Jakarta nanti. Jadi, biarkanlah dan ijinkanlah aku yang akan mengobatinya nanti, ya Mbak".
Aku kembali masuk ke rumah. Sepi. Si cantik telah pergi. Aku bersiap untuk pergi mandi. Pada waktu masih ada Anneke, saat-saat seperti ini biasanya aku berpikir, apa yang akan aku suguhkan pada Anneke-ku. Di kamar mandi, kutemui kembali celana dalam dan BH kotornya. Rupanya dia sengaja meninggalkannya sebagai kenang-kenangan untukku. Dengan gembira segera kuraih keduanya untuk kuciumi. Tetapi saat aku mencari celana dalam dan BH kotorku sendiri, ternyata telah raib. Ini pasti ulah Anneke-ku. Rupanya dia masih sempat menukarnya dengan miliknya.
"Dasar si cantik, awas kamu nanti..", ujarku dalam hati dengan gemas.

TAMAT


No comments:

Post a Comment